Sabtu, 22 Oktober 2016

Sabtu Malam #2

Sabtu malam!

Lagi-lagi bukan malam minggu.
Oke.. this this the second time.
(I think) he is not into me.

Sambil menuliskan ini sambil mendengarkan lagu sephia-nya Sheil on 7.
Berpikir topik apa yang bagus untuk dibahas kali ini.

Hmm..

untuk hubungan berumur 2 tahun kurang 4 bulan 5 hari, LDR dan pertama kali pacaran, adalah sulit bagiku menilai dan mendalami seorang pria.
Not to mention he is not gentle (gosh,,all the reference told he'is good), but I don't believe others that easy). I don't know what he is doing right now.

Ohya, mengingat mengenai pernikahan.
Mungkin umur 28 adalah umur yang rentan untuk melirik kebahagian pasangan/orang lain.
Entah mengapa setiap kali melihat mereka (teman yang cukup dikenal) menikah, rasanya saya minder, sedih dan pengen menghilang dari hidup mereka.
Undangan terus mengalir dari orang-orang yang kusayangi, tapi ada sedikit ketakutan untuk datang melangkah sendiri, walaupuuuunnnn ya masih banyak yang single juga.

Tapi lain hal dengan "in relationship", sangat rentan untuk pertanyaan "kapan menikah?".
Saat mendengar seorang teman di kantor akan menikah dalam waktu dekat, entah kenapa ada rasa "patah hati" yang (sedikit) bikin sedih.
Kemudian saat mendengan kabar dari adik "doi" yang akan menikah dalam waktu dekat, dan artinya mendahului kami, entah mengapa aku merasa sedih dan kecil.
Apakah itu rasa kecewa? aku tidak bisa menjelaskannya.

Tapi kalau ditanya "siap kah untuk menikah?".
Jawabanku: "belum"
Ada rasa takut terselip dalam hatiku.

Apa hidupku terlalu apatis? apa aku belum yakin ke "doi".
Apa yang salah?
Ataukah karena aku belum berdoa dengan sungguh-sungguh mengenai hubungan ini?

Dan karena hal itu, aku belum berani komitmen untuk menutup perkenalan dengan laki-laki lain.
Aku takut salah memilih. Dengan salah memilih, maka selesailah semua cita-cita. Hilanglah semua tujuan pernikahan itu sendiri. Kadang cita-cita kandas.

Sekarang posisiku adalah memaksakan diri untuk mengerti "doi", cita-cita "doi" dan pola pikirnya.
Tapi sampai dekti ini juga, banyak sekali yang tidak dapat kuterima sampai ke dasar hati dan pikiranku.

Hal yang paling kupikirkan saat ini ada cita-cita. Aku selalu iri melihat pasangan yang sukses, entah itu yang sukses studi ataupun pekerjaan. Karena aku percaya kesuksesan itu datangnya dari "saling mendukung". Dan ketika aku memaksakan mendukungnya, atau sebaliknya, maka akan ada yang lelah dan jenuh, bahkan akan berjalan masing-masing.

Aku selalu iri kepada pasangan yang kompak, seolah dunia takut akan mereka. Dengan tersenyum mereka menunjukkan bahwa kekuatan mereka double bahkan berlimpah.

Dan aku selalu takut karena melihat tingkah laki-laki brengsek di area kerjaku.

Akh,, pikiranku terlalu rumit dan complicated.

Dan doi selalu mikir simpel.

Kadang bisa menyelamatkan, kadang bikin emosi karena tidak sepaham.


Hmmmm...
Sudah 1 jam musik berkumandang dari kamarku. Sebelum diketok tetangga, mari kita sudahi.

Selamat menikmati sabtu malam! :)

Sabtu, 15 Oktober 2016

Sabtu Malam #1

Sabtu malam!

mulai malam ini akan kuhitung banyaknya weekend yang terbuang sia-sia.
mulai malam ini, aku akan buat perhitungan.
mulai malam ini, harusnya aku mulai sadar.

betapa masih inginnya dia bebas seperti burung lepas.
betapa masih naifnya dia menjalani hubungan.
betapa masih bebasnya gaya hidupnya melajang.
betapa egoisnya dia menginginkan waktu sendirinya,
atau waktu bersama temannya, dan dunianya.

harusnya aku mulai sadar,
betapa dia tidak memperdulikan apa yang kurasakan.
betapa dia acuh terhadap keberadaanku.
betapa tidak pentingnya aku di hari-harinya.

harusnya aku mula sadar,
betapa aku hanya status belaka,
betapa aku hanya pengisi waktu luangnya.
betapa aku hanya pajangan yang dibutuhkannya.

ini yang petama lagi setelah aku putihkan semuanya.
setelah hubungan yang (meurut) dia, akan diperbaikinya.

walaupun semakin hari usiaku menua.
walaupun semakin hari undangan pernikahan teman semakin banyak,
dan membuat rasa iri dan sedih di hati.

Tapi aku semakin mempertanyakannya.
semakin aku takut ber-rencana dengannya.
semakin enggan aku meresmikannya.

Aku hanya butuh suatu batu loncatan 
yang membuat kami melupakan satu dengan yang lainnya.
Doa.
Temanku benar.
Aku belum meminta sesuatu apapun dalam doaku.

Aku ingin meminta jawaban kepada Tuhan,
karena aku sedang bermain api
karena aku sedang kepanasan
karena aku hampir gosong.

Haruskah api dipadamkan dengan air dingin,
atau aku yang harus keluar dari api itu?

Entahlah.

Jumat, 02 September 2016

New Vacancy

Kemarin sore ditelpon sama PT. AR untuk interview hari ini jam 12:WITA.

Hufftt... dag dig dug juga mulai tadinya..

Menurutku semua berjalan lancar, tapi satu hal yang entah kenapa aku tidak prepare.
Salary offering!
Dan dengan polosnya aku hanya minta kenaikan 500rb.

Hiks hiks hiks,, bingung..

Sudah 2 x aku berdoa untuk ketenangan badai di hatiku.
Aku percaya Tuhan akan mudahkan jalan, memberi keperluanku dan bahkan mencukupkannya.
Allahku ada sumber sejahtera, Allahku kaya.
Aku menolak untuk khawatir.

Aku mau tenang Tuhan, aku mau Tuhan yang jagai motivasi diriku.
Aku tidak mau menuntut banyak tapi aku berharap banyak pada Tuhan.
Aku mau membuktikan bahwa Tuhan beri kelimpahan dalam hidupku.

Amin.

Sabtu, 20 Agustus 2016

Bahagia itu sederhana

Pagi ini istimewa :)

Sederhana, tapi menghangatkan hatiku.
Bahkan aku sudah lupa sebelumnya untuk janjinya akan ke gereja.
Tapi pagi ini dia bangun dan bersiap-siap, membuat aku bingung.
Aku tak bisa berhenti tersenyum dari mess, ke kantor dan sampai di depan laptop ini.

Aku senang, sangat senang.
Karena bahagia itu sederhana :)
Makin sayang ;)

Mungkin awalnya karena permintaanku.
Semoga kemudian dia sungguh-sungguh, bukan lagi karena aku.
Amin... ;)

Kamis, 18 Agustus 2016

Move forward

Aku sudah tidak takut lagi kehilangan dia.
Sudah waktunya.

Kutorehkan luka di hatinya agar dia menjauh
Kukatakan hal yang tidak ingin didengarkannya
Kubiarkan dia memikirkan baik2 hubungan kami
Kupaksa dia untuk melepaskanku

Biarlah, biar aku menyakitinya
Kuharap ini cara terbaik
Aku sudah capek dengan hubungan kami
Aku sudah capek meyakinkan keluargaku
Aku sudah capek berkata2 yang dianggap tidak serius
Aku sudah capek berjalan di tempat
Aku sudah capek ngambek dan marah2
Aku sudah terlalu capek untuk menangisinya

Saatnya kunikmati kembali kesendirian yang bebas bagiku. Sepahit apapun penyesalanku kemudian, aku sdh siap.
Aku percaya Tuhan sudah sediakan yang sepadan.

Rabu, 17 Agustus 2016

Bosan

Aku bosan.

dan semakin tidak tertarik untuk mengetahui dia sedang apa disana.

Dia semakin membosankan, karena komunikasinya tiap hari hanya "lagi apa dek?"

Aku malas (bahkan) untuk memberinya kesempatan lagi.

Enggan menjadi temannya, apalagi pedekate kembali.


Huffttt.. mungkin aku yang terlalu banyak nonton korea drama.
Sehingga aku merasa dia kurang perhatian.

Tapi ya mau gimana, ini adalah LDR, dimana pupuk satu2nya adalah komunikasi.
Bagaimana saya bisa percaya dia, kalau komunikasi kami hanya sepenggal-sepenggal?
saya tuliskan blablabla menit ini, dan dia balas puluhan menit kemudian, sesibuk itu kah pekerja lapangan? Kadang aku sms siang ngucapin selamat makan, eh balasnya malam,.

Dia terlalu kaku, terlalu nyaman dengan caranya. Aku merasa dia tidak akan nyambung dengan keluarga besarku yang nota bene kebanyakan extrovert.

Yang paling menyedihkanku, kenapa setiap orang yang kuperkenalkan ke dia, tidak seorangpun yang mengatakan "oke" pada pertemuan/obrolan pertama.
Gimana dia akan bertahan di kemudian hari? Kabur? atau membiarkan keadaan begitu saja?

Dia tidak pernah, hampir tidak pernah, memahami kalau aku sedang bete/kesal. Kalau ditengah perbincangan aku melarikan diri, artinya aku sedang kesal dan pengen di-anju. Tapi dia hanya "yasudahlah, istirahatlah ya, besok kita sambung." dan besoknya aku sangat enggan kembali topik.
Sehingga semua topik menjadi tereliminasi untuk kubahas dengannya, sampai akhirnya aku rasa tak ada topik lagi di antara kami.

Aku merasa dia adalah orang yang asing, orang lain di luar aku.

Sampai saat ini aku masih bertahan dengan kata "putus".

Tidak tahu sampai kapan...

Nite HUT NKRI yang ke-17! :)

Sabtu, 13 Agustus 2016

Malam Minggu Kelabu (lagi) dengan/tanpa Kamu

Dia menuliskan ini di hangout message malam ini:

"
Dear Selani, 2 Minggu sudah kau pergi dariku, aku berharap dengan kondisi kita sekarang kamu baik baik saja. Dan 2 Minggu sudah dengan pekerjaanku dan kondisi kita yang sekarang, aku masih mencoba untuk baik baik saja. Seminggu ini aku masuk malam dan aku banyak merenung. Adalah kesalahan besar bagiku untuk memendam semua keluahan dalam keseharianku dan pekerjaanku dan tidak pernah share keseluruhan kepadamu yang menyebabkan komunikasi kita terganggu hingga merusak kedekatan kita bahkan menghilangkan kepercayaannya. Adalah kesalahan besarku yang berpura pura bahwa kehidupanku disini berjalan normal normal saja agar aku kelihatan sebagai pria yang tangguh baik dalam keseharian dan pekerjaanku. Adalah kesalahan terbesarku ketika komunikasi kita buruk dan aku meresponmu dengan marah marah bahkan acuh, sedikit pembelaan diriku hanya melampiaskan kemarahan pada orang yang tepat dengan cara yang tepat dan waktu yang tepat itu sangat sulit. Aku minta maaf atas segala keangkuhan dan keegoisanku. Kini semua berubah diantara kita, kamu tidak menginginkanku lagi di sampingmu, aku berharap itu adalah keputusan yang tepat bagimu dan itu bisa membuatmu bahagia. Namun jika kebahagiaan adalah sesuatu yang harus diperjuangkan, diperbaiki dan harus dipertahankan maka seberat apapun itu aku datang lagi meminta padamu. Orang banyak berkata "jangan memilih orang yang dengan bersama dia kamu bisa hidup, pilihlah orang yang tanpanya kamu tidak bisa hidup. Aku percaya kita selama ini saling mencintai dan aku percaya rasa itu tidak akan hilang begitu saja. Aku berharap tiga tangkai mawar plastik masih kamu pajang di kamarmu, dan aku masih menyimpan cintamu di hatiku. Selani, jika memang cinta di hatimu untukku benar benar hilang doaku bersamamu, namun jika cinta itu hanya sedang layu karena keangkuhan dan keegoisanku, jangan kamu siksa dirimu. Selani bersamamulah kebahagiaanku, kembalilah padaku, aku akan memperbaiki dirinya dan sikapku. Tidak ada kekuatanku memaksakannya, tapi karena kebahagiaanku harus diperjuangkan maka aku berharap cintamu. I love you. Merindukanmu, Alamsa "

Dan aku sama sekali tidak tahu apa yang harus kukatakan. Aku tersiksa? Benar. Aku sedih? sangat.
Tapi aku terlalu takut melangkah bersamanya. Kami tidak saling memahami. Ego kami sama-sama keras.
Aku takut kamu bukan orang yang tepat untukku, dan sebaliknya, aku bukan wanita yang tepat untukmu.
:'(