Terbangun tengah malam dan tidak bisa tidur kembali. Pikiran ini itu mengganggu. Sunyi senyap mengurung hati.
Saat ini adalah fasa ter-rendah dalm hidupku. Dan menyadari ini sangat membuat sesak di dadaku (arti sebenarnya). Jauh dari Firman Tuhan, jauh dari persekutuan, dosa yang mengikat, gagal menjalin hubungan, kebosanan pekerjaan, dan feeling lonely. Untuk yang terakhir, bahkan untuk menghubungi teman berbagi cerita pun aku merasa malas dan enggan. Krn pasti hanya bs by phone dan curhat lagi curhat lagi, aku takut mereka bosan.
Menelan sendiri kehidupan ini seperti berjalan tanpa semangat. Setiap kali aku berdosa, aku temenung berkali2 lebih lama dan sedih menjadi lebih menyayat hati.
Terpernjara dalam dosa. Aku butuh pertolongan.
Sakit hatiku menjadi-jadi setiap kuingat hubunganku yang gagal. Sedih yang tak bs ku ungkapkan dengan tangisan sampai saat ini. Aku bahkan tak tahu kemana perginya air mata itu, karena masih kurasakan sesak di jantungku.
Gagal. Kali pertama. Bisa kah ini permakluman?
Tapi sakit yang seperti ini bukan kali pertama kurasakan. Hanya saja ini adalah kali pertama yang "resmi". Sampai umur 27 tahun tidak pacaran, kata orang bukan hal lumrah. Tapi itu tidak sulit untukku. Karena walaupun tidak pacaran, tapi patah hati berkali-kali kurasakan.
Menuliskan ini membuatku kembali kepada kenangan patah hati pertamaku setelah lulus kuliah. Seorang yang memperlakukanku dengan begitu lembut. Seseorang yang berjuang keras demi mendapat tempat sebagai "teman"ku. Seseorang yang memperkenalkanku pada getar aneh di hati saat dia menggenggam tanganku. Yang tidak menuntut apa-apa tapi menjadi orang yang selalu ada. Yang memperkenalkanku hidupnya, keluarganya. Yang selalu punya alasan untuk mengajakku bertemu, walau itu harus bersembunyi dari orang lain (yang ini bikin geli karena kami pernah kepergok teman-teman waktu jalan berdua). Seseorang yang menceritakanku tentang kekasihnya yang baik. Dan membuatku yakin bahwa wanita itu sungguh baik dan dia pantas mendapatkan wanita itu
Bukan aku.
Dan pada akhirnya, aku harus mengusirnya dari dalam hidupku karena aku rasa dia sedang melarikan diri dari kekasihnya. Ku jauhi dan ku blok dari segala jenis komunikasi. Aku menegaskannya: aku tidak mau berkomunikasi selama 1 bulan. Dia tidak menerima, tapi aku bersikeras. Karena aku, di hati terkecilku, sedang berharap lebih dari seorang teman.
Hatiku bukan saja patah, rasanya remuk tak berbentuk. Tiada hari tanpa kutangisi dia. Dan benarlah aku bisa melalui itu semua dalam 1 bulan. Aku bisa membuka komunikasi dan menempatkannya pada posisi pure seorang teman. Walaupun pada saat bertemu, aku kacau dan melarikan diri seperti cacing kepanasan. Menghindar.
Saat dia mengatakan akan menikah dengan kekasihnya, aku merasa semakin hancur. Sakit itu menyiksa kembali. Dan untuk menyembuhkannya aku berpikir utk membencinya. Kupaksa dia untuk mengatakan bahwa aku hanya permainan baginya, sehingga aku bisa membencinya. Tapi apa yang kudapat, dia bersikeras bahwa semua perlakuanny untukku adalah daru dalam hatinya.
Aku menyerah kemudian. Bukan hanya pada perasaanku, tp juga pada setiap pria yang singgah di hidupku. Hanya sekedar. Dan tidak bs merasakan yang lebih dari dia.
Luka itu kembali menganga ketika hubungan resmiku ini gagal kembali. Aku menyerah. Bukan dia laki-laki yang kutuju. Terlalu besar harapanku yang harus kumusnahkan jika bersamanya.
Harapanku untuk memiliki pendamping yang takut akan Tuhan, yang tidak merokok, yang bisa dekat di hati keluargaku, yang menuntutku untuk maju, memperhatikan mimpi dan harapan2ku, yang perduli setiap kegiatanku, yang bertanya siapa saja temanku, yang terkadang sedikit cemburu, yang membagi bebannya untuk dipikul bersama, dan mengatakan bahwa "semua akan baik-baik saja" saat dia tahu keadaanku sedang tidak baik. Dan mengajariku untuk melakukan hal yang sama baginya.
Sendiri kembali. Aku yakin bisa melewati ini. Mencari dia yang sedang mencariku. Dan berharap untuk ditemukan oleh dia yang mengharapkanku.
Kekuatan waktu kuharapkan memulihkanku. Menegakkan kepalaku ditengah-tengah cemooh orang sekitarku.
Pertolongan Tuhanku yang akan memampukan aku.
Dan memberi harapan baru.
Sudah subuh, aku harus istirahat kembali. Sedikit waktu untuk menambahkan istirahat. Mengundang kantuk yang entah kemana menguap.
Belaban,
Dari dal kamar mess.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar